Cerita Telur-ku

January 4th, 2010

Once upon a time, ketika pubertas, suatu kelenjar kecil di dalam otak, “Pituitary”, memberi sinyal pada ,rumah tempat telur ini tinggal,”ovarium”, untuk melepaskan telur-telurnya yang sudah matang secara bergantian, karena ada 2 buah rumah. Dan sejak itulah, bulan demi bulan, itulah yang terjadi.

Rumah telur itu, seperti bulan, bulat dan berwarna putih. Di dalamnya ada telur yang siap dilepas. Tiba-tiba dinding rumah itu “pecah” dan membuka “luka merah”. Di luar rumah sudah ada si “tuba fallopi” yang membantu telur itu keluar dari rumahnya, maklum si telur agaknya repot karena akan melakukan perjalanan panjang dan membawa banyak cadangan makanan. Lalu keluarlah telur yang ditarik oleh “tuba fallopi”. Bentuknya tidak seperti telur yang biasa kamu lihat. Telur ini transparan dan lengket.

Lalu dimulailah perjalanan si telur. Perjalanan yang menentukan bagaimana nasib akhir si telur yang sudah matang itu. Perjalanan yang mungkin akan menjadi awal kehidupan baru. “Tuba fallopi” menemani perjalanan berliku si telur. Dia cuma punya waktu kurang lebih 24 jam untuk sampai di tujuan, setelah itu dia akan mati.

Sampai di “uterus” si telur menunggu sesuatu yang tidak pernah dia temui. Yang ditunggu tidak datang juga. Padahal, kedatangannya sudah dibuatkan persiapan berupa penebalan “dinding” di sekitar “rahim”. Si telur sedih lalu “luruh” , “sakit” karena kecewa terlalu lama menunggu. Sakitnya membuat nyeri, sakit sekali.

Ini adalah akhir cerita dari satu telurku.

Leave a Reply